MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW
Jigsaw
pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman
di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Teknik
mengajar Jigsaw dikembangkan
oleh Aronson et. al. sebagai metode
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Teknik ini dapat
digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam
teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan
membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih
bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana
gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran
kooperatif teknik Jigsaw adalah
suatu teknik pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam
satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan
mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya
(Arends, 1997). Model
pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan
materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada
anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu
dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari
materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994). Para anggota dari tim-tim yang
berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu
satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.
Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan
kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari
sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Menurut Yuzar dalam Isjoni
(2010: 78) dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa belajar dengan
kelompok kecil yang terdiri 4 sampai 6 orang, heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Pembelajaran
ini dimulai dengan pembelajaran bab atau pokok bahasan, sehingga setiap anggota
kelompok memegang materi dengan topik yang berbeda-beda. Tiap siswa dari
masing-masing kelompok yang memegang materi yang sama selanjutnya berkumpul
dalam satu kelompok baru yang dinamakan kelompok ahli. Masing-masing kelompok
ahli bertanggungjawab untuk sebuah bab atau pokok bahasan. Setelah kelompok
ahli selesai mempelajari satu topik materi keahliannya, masing-masing siswa
kembali ke kelompok asal mereka untuk mengajarkan materi keahliannya kepada
teman-teman dalam satu kelompok dalam bentuk diskusi.
Pada model pembelajaran kooperatif
teknik Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok
induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang
keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang
berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan
menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian
dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
Guru membagi suatu kelas menjadi
beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan
kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota
dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan
dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Dalam teknik Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu
bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran
yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli
(Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi
pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada
temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut
kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan
materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya
terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5
kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari
5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan
informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok
asal.
Setelah siswa berdiskusi dalam
kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi
masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk
menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
Guru memberikan kuis untuk siswa
secara individual.
Guru memberikan penghargaan pada
kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. Materi sebaiknya secara alami dapat
dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
Perlu diperhatikan bahwa jika
menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu
tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di
sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang
sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama
dalam penerapan model pembelajaran kooperatif diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Kurangnya pemahaman guru mengenai
penerapan pembelajaran kooperatif.
b. Jumlah siswa yang terlalu banyak
yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil
sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain
hanya sebagai penonton.
c. Kurangnya sosialisasi dari pihak
terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif.
d. Kurangnya buku sumber sebagai media
pembelajaran.
e. Terbatasnya pengetahuan siswa akan
sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran
kooperatif dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Guru senantiasa mempelajari
teknik-teknik penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas dan
menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
b. Pembagian jumlah siswa yang merata,
dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
c. Diadakan sosialisasi dari pihak
terkait tentang teknik pembelajaran kooperatif.
d. Meningkatkan sarana pendukung
pembelajaran terutama buku sumber.
e. Mensosialisasikan kepada siswa akan
pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses
pembelajaran.
Komentar
Posting Komentar